Antara Jodoh dan Pembinaan Panti Pijat Profesional

Hidup dengan keterbatasan daya penglihatan, tak membuat para tunanetra patah semangat. Sudin Sosial Jakarta Selatan (Jaksel) pun mencoba memfasilitasi keahlian memijat para tunanetra di Jaksel, dengan terus melatih dan membina. Sehingga, diharapkan para tuna netra bisa profesional dalam menjalankan bisnis pijatnya.

"Di Jakarta Selatan, dari pendataan untuk panti pijat tunanetra yang terdaftar, ada 35 panti. Tahun ini kami akan bantu pembinaan serta barang-barang untuk 20 panti," ujar Abdurahman Anwar, Kepala Suku Dinas Sosial Jakarta Selatan, Sabtu (24/8/2013).

Menurut Abdurahman, bakal ada pelatihan manajemen bisnis bagi panti pijat tunanetra. Selama ini, para penyandang disabilitas kerap tidak bisa memerbaiki ekonominya, sebab tidak memiliki ilmu manajemen dalam berbisnis.

"Pengelolaan uang dan tempat panti pijatnya belum tertata dengan baik. Makanya kami akan beri pelatihan manajemen," jelasnya, seperti dikutip Tribunnews.com dari Beritajakarta.com.

Sementara, Kepala Seksi Rehabilitasi Suku Dinas Sosial Jakarta Selatan Miftahul Huda menuturkan, ke-20 panti juga akan diberikan bantuan beberapa macam barang. Panti pijat tunanetra yang akan diberikan bantuan adalah panti pijat yang paling aktif.

"Aktif dalam artian jumlah pengunjung. Bila pengunjungnya banyak, maka peluang mendapatkan bantuan akan semakin tinggi," katanya.

Beberapa bantuan yang akan diberikan di antaranya jam bicara, seprai, dan kipas angin.
"Wilayah yang paling banyak didapati tempat panti pijat tunanetra, di antaranya di Pasar Minggu dan Tebet," tuturnya. 

Hampir sebagian besar tuna netra menetapkan pasangan berdasarkan suara lawannya dan perasaan.
Hal itu berlaku juga pada pasangan tuna netra yang menikah massal pada acara 'Mimbar Hiburan dan Amal Bagi Dhuafa ke-24' di Pendopo Kota Bandung Jalan Dewi Sarika, Rabu (26/6/2013).

Pasangan Regan (34)-Sri (42) misalnya. Mereka berdua sama-sama bekerja di panti pijat, kemudian bertemu. Seperti pepatah, melalui komunikasi intensif, keduanya jatuh cinta. Keduanya tidak mengandalkan mata yang tidak bisa melihat, tetapi menebak-nebak karakter dan ketajaman intuisi.

"Pas kerja sering ngobrol, lewat telepon juga, ternyata nyambung. Saya suka karena istri saya lugu. Kami punya insting," ujar Regan usai melangsungkan ijab kabul.

Awalnya, dia mengaku tak mendapat persetujuan dari keluarga besar Sri saat akan menikahi perempuan pilihannya. Namun dia akan membuktikan pilihannya itu dalam berumah tangga yang sakinah, mawadah, dan warohmah.

"Saya yakin saja sama Tuhan. Saya akan buktikan bisa jalani rumah tangga ini," tuturnya.

Dia dan Sri sudah sepakat untuk tidak menunda-nunda punya anak. Tetapi kalau bisa anak itu hadir setahun kemudian karena masih punya masalah keuangan. "Harapan kami punya anak bisa melihat, gak seperti kami," tandasnya.

0 komentar: